Apakah Aku Terlalu Berharap...?

Namaku Ananta Abigail. Aku duduk di bangku sekolah menengah atas kelas 11. Suatu hari aku tak sengaja bertemu seorang siswa yang berpostur lebih tinggi dariku di perpustakaan,  ia bernama Alaska Daffa. "Ini bukunya,  kalo gak bisa ambil minta tolong dong ke orang lain,  jangan diem aja... " ucapnya. Aku hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih karena Daffa sudah mengambilkan buku yang sedang ku cari.

Daffa adalah siswa yang banyak dikagumi oleh siswi-siswi seantero sekolah.  Namun,  bagiku Daffa adalah seorang siswa pada umumnya. Tidak ada spesialnya di mataku. 

Suatu hari,  aku dan Daffa menghadiri pertemuan eskul Sastra di sekolahku. Aku dan dia terpilih menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti lomba menulis cerpen. 

"Hai,  Nanta. Udah ada ide buat nulis? " tanya Daffa. 

"Belom,  Daff. " jawabku, sambil membuka novel yang aku baca. 

"Kamu lucu deh. Dari sekian banyak orang,  cuma kamu yang manggil namaku dengan sebutan Daffa. " Daffa duduk didepanku dengan bertolang dagu. 

"Emang kenapa,  salah? "tanyaku,  sembari fokus dengan novel yang sedang aku baca. 

"Jangan cuek-cuek napa sih,  Ta. Aku entar diambil orang tau.. " jawabnya sambil meledekku. 

"Ihh,, apaan coba. " 

Lalu,  kami fokus dengan kegiatan kami masing-masing. 

2 hari kemudian,  ketika aku sedang menulis cerpen. Tiba-tiba ada nomor yang tidak aku kenal menelponku melalui via video call. 

"Malam,  Nanta.. Gimana kabar kamu hari ini?" tanya Daffa dari sebrang sana. 

"Malam. Tumben... Ada apa? " tanyaku. 

"Gak papa sih,  aku cuma mau nelpon kamu... " ucapnya tersenyum manis. 

Lalu,  kami hanyut dengan percakapan candaan ala Daffa. 

Entah mengapa,  Daffa akhir-akhir ini selalu perhatian denganku. Padahal,  dia terkenal cuek dengan siswi-siswi di sekolahku. Tapi,  denganku sikapnya sangat jauh berbeda. Daffa lebih perhatian denganku. Sikapnya yang semakin hari semakin manis.

Daffa pernah berpesan denganku, ketika aku sangat bingung karena tidak ada ide untuk menulis. 

"Tetep semangat ya,  Ta. Inget,  ada aku yang selalu siap menjadi sandaran buat kamu. " pesannya.

Aku menjadi malu,  ketika Daffa berpesan seperti itu. Entah mengapa, diriku yang awalnya tidak memiliki ide sama sekali,  tiba-tiba menjadi semangat dan memiliki banyak ide untuk menulis. 

Semenjak itu,  aku timbul sedikit perasaan yang berbeda di hatiku. Bahkan,  ada gosip di sekolah bahwa aku dan Daffa berpacaran. Banyak sekali siswi-siswi yang bertanya kepadaku. Salah satunya siswi bernama Shiren Resha menemuiku di belakng sekolah. 

"Nanta,  aku mau tanya sama kamu.. " sembari kami duduk di bangku panjang. 

"Mau tanya apa, Shiren? Tumben ngajak aku ngobrol. " ucapku to the point. 

"Hmm.. Jadi gini. Kamu emang beneran ya,  pacaran sama Alaskan?" tanya Shiren dengan ragu-ragu. 

"Oh,  gak kok. Aku sama Alaska cuma teman aja. " ucapku santai. 

"Oh,  syukurlah. Hubungan kaliam udah seberapa jauh?" tanyanya lagi. 

"Emm.. Hubunganku dengan Alaska hanya sebatas teman,  tidak lebih.

Kamu suka sama dia ya? " tanyaku penasaran.

"Hehe.. Iya. Aku takut dia udah punya pacar. Aku jadi lega, dia gak punya pacar." ucapnya sembari mengelus dadanya.

"Ohh,, haha.. " aku tersenyum masam. 

"Oh iya,  aku pergi dulu ya. Makasih infonya.. "

Lalu,  Shiren pergi meninggalkanku di belakang sekolah. 

Betapa terenyuh hatiku,  mendapatkan penuturan Shiren bahwa,  ia menyukai Daffa. Namun,  aku berfikir positif dan meyakinkan diriku bahwa Daffa gak suka sama Shiren. 

Semenjak percakapanku dengan Shiren,  Daffa mulai cuek denganku. Daffa yang hampir setiap harinya menghubungiku hanya sekedar menanyakan kabarku,  tapi sekarang jauh berbeda. Tak ada komunikasi lagi. Jika bertemu,  Daffa hanya diam. 

Karena aku merasa penasaran dengan hubunganku yang semakin renggang dengan Daffa. Akhirnya,  aku mengajaknya untuk bertemu. Aku ingin bertanya,  apakah Daffa dekat dengan Shiren. Karen gosip yang beredar,  mereka pacaran. 

Aku dan Daffa berkeliling di taman sekolah sembari berjalan beriringan. Tak sengaja bertemu dengan Kak Hanif. 

"Eh kalian...."

"Hai,  Kak Hanif. " sapaku.

"Kalian pacaran ya? Kok deket banget sih? " tanyanya.

"Iya,  nih kami deket banget malahan. " jawab Daffa dengan merapatkan jarak antara bahu kami. 

"Ihh... Apaan sih kak. Deket belum pacaran ya... " jawabku. Yaps,  aku berbohong. Aku sangat 

 senang,  ketika Daffa menjawab pertanyaan dari Kak Hanif. Hatiku seperti terbang ke angkasa.
Aku selalu berharap,  dengan waktu dekat ini,  Daffa akan menyatakan perasaannya kepadaku.

"Ya udah Kak Hanif. Aku sama Ananta pergi dulu ya.. " 

Lalu,  kami melanjutkan keliling kami.

"Nanta... " panggilnya secara tiba-tiba.

"Hmm.. Iya. Kenapa? " tanyaku. Ada rasa deg-deg-an yang sunggu luar biasa di dalm hatiku ini. 

"Gak papa sih.. " jawabnya. 

"Daff,  aku mau tanya dong. " tanyaku dengan penuh hati-hati. 

"Tanya apa? "

"Kamu lagi deket atau pacaran sama Shiren? " tanyaku secara to the point. Lancang,  yahh... Aku sungguh lancang menanyakan privasi hubungannya. Tapi,  aku juga butuh kepastian.

Daffa hanya menggelengkan kepalanya. 

Aku pun tertunduk dan senyum. Akhirnya kekhawatiranku terjawab.

"Yuk,  balik kelas. Udah bel juga kok.. " ajaknya. 

Hari demi hari berganti. Tak sengaja aku membuka story Shiren. Nampak sebuah foto seorang yang aku kenal. Foto itu adalah foto Daffa dengan nuansa hitam-putih. Tak banyak kata yang diungkapkan di foto tersebut. Shiren hanya memberi lambang hati berwarna hitam. 

Betapa terkejutnya aku,  melihat foto tersebut. Hatiku sangat kacau dibuatnya. Apakah Shiren dan Daffa berpacaran?

Keesokan harinya, aku berniat akan menemui Daffa dan menanyakan hal tersebut. Belum sempat aku mengajaknya,  aku melihat Daffa berjalan dengan menggandeng tangan Shiren. Mereka berdua yang terlihat sangat bahagia dan Shiren yang nampak malu-malu.

Sudah aku temukan jawabannya. Mereka berdua telah berpacaran sebelum aku mengajak Daffa berkeliling di taman. Kecurigaanku benar,  ketika aku bertanya kepada Daffa, mengenai hubungannya dengan Shiren. Daffa tidak menjawab,  Daffa hanya menggelengkan kepalanga lalu tersenyum. Betapa bodohnya aku,  yang tidak bisa mengartika itu semua.

Teruntuk Daffa,  terima kasih sudah hadir sesaat namun setelahnya pergi. Ini semua salahku,  yang terlalu menaruh harapan yang sangat besar kepadamu. Semua yang kau ucapkan adalah sebuah candaan yang aku artikan berbeda. 

Karena ku tahu,  cinta tak harus memiliki. Tapi mengenalmu adalah hal terindah yang pernah ku rasakan. Terimakasih sudah hadir dihidupku dan menjadi kenangan yang tak akan ku lupakan. Semoga kamu selalu bahagia dimanapun dan bersama siapapun Daffa.